PENGUKURAN
DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan
pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita mengadakan
pengukuran dan penilaian. Hal ini dapat dilihat dari hal sepele misalnya ketika
kita berpakaian, setelah berpakaian kemudian kita menghadap ke cermin bertanya
pada diri sendiri apakah penampilannya sudah sesuai atau belum. Dari kalimat
tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan
penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut
sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari
kata mana yang siap diucapkannya.
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari
proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak
baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dan lain sebagainya. Apabila
pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik dikatakan
berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian sebaliknya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah
dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi.
Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar
dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah ini penyusun hanya membahas tentang
evaluasi hasil belajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut dapat diketahui rumusan masalah, yaitu:
a. Apa yang
dimaksud dengan pengukuran, penilaian, dan evaluasi?
b. Apa saja
prinsip evaluasi?
c. Apa saja
tujuan evaluasi hasil belajar?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu, menambah wawasan Mahasiswa agar dapat :
1.
Memahami pengertian
pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
2.
Memahami pengertian
dan tujuan evaluasi hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengukuran dan Penilaian
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak orang yang mencampuradukkan antara pengertian pengukuran
dan penilaian. Hal ini terjadi karena mereka belum memahami apa arti pengukuran
dan penilaian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan dikemukakan pengertian
pengukuran dan penilaian. Menurut Sutrisno Hadi (1997), pengukuran adalah suatu
tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Sedangkan Remmers dkk
(1960), memberikan rumusan sebagai berikut: ‘Measurement’ berasal dari kata “to
measure” yang berarti suatu kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti
luas dimensi dan kuantitas dari sesuatu dengan cara membandingkan terhadap
ukuran tertentu. Disamping itu ada juga yang mengartikan pengukuran sebagai
usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya, pengukuran dapat
berupa pengumpulan data tentang sesuatu.
Hasil
pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan
derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Namun demikian,
hasil pengukuran itu sendiri belum tentu dapat mengatakan apa-apa kalau hasil
pengukuran tersebut tidak ditafsirkan dengan jalan membandingkannya dengan
suatu patokan, norma dan kriteria tertentu. Pengukuran hasil belajar
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah
menghayati proses belajar dalam kegiatan belajar mengajar. Pengukuran yang
lazim dilakukan guru adalah menggunakan tes sebagai alat pengukur. Hasil
pengukuran tersebut dapat berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan
tingkat penguasaan materi pelajaran bagi siswa yang lebih dikenal dengan
prestasi belajar. Sebagai contoh: Untuk mengetahui kemampuan belajar siswa
tentang matematika, dengan menggunakan tes matematika yang terdiri dari dari 10
butir soal, setiap butir soal tersebut yang dijawab benar diberi skor 1. Hasil
yang diperoleh sebagai berikut:
Rini
mendapat skor 7
Toni
mendapat skor 4
Ika
mendapat skor 10
Doni
mendapat skor 6
Esti
mendapat skor 5
Fitri
mendapat skor 6
Langkah
ini merupakan kegiatan pengukuran. Skor 7, 4, 10, 6, 5, dan 6 di atas merupakan
hasil pengukuran. Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi
terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui
tinggi rendahnya atau baik buruknya aspek tertentu. Tanpa menggunakan norma
tertentu maka pengukuran tidak akan dapat dinilai. Jadi penilaian merupakan
semua usaha membandingkan hasil pengukuran terhadap suatu bahan pembanding,
patokan dan norma. Seperti halnya contoh hasil pengukuran di atas, tidak ada
artinya jika tidak dibandingkan dengan norma tertentu untuk memberikan
penilaian. Misalnya dari hasil pengukuran tersebut di atas untuk memberikan
penilaian dipergunakan norma yaitu skor 6. Skor 6 ini untuk menetapkan baik
buruknya atau tinggi rendahnya kemampuan menguasai mata pelajaran matematika.
Adapun hasil penilaiannya adalah sebagai berikut:
Rini termasuk anak yang cukup
pandai, Toni termasuk anak bodoh, Ika termasuk anak yang sangat pandai, Doni
dan Fitri termasuk anak sedang, dan Esti termasuk anak kurang pandai. Dalam hal
ini sangat pandai, cukup pandai, sedang, kurang pandai dan bodoh merupakan
hasil penilaian. Skor di atas norma dinilai baik atau skor di bawah norma
dinilai kurang atau rendah. Jadi, apabila kita akan melakukakan suatu
penilaian, kita terlebih dahulu harus mempunyai norma sebagai pembanding
terhadap hasil pengukuran. Secara
garis besar terdapat dua macam norma yaitu norma abstrak dan norma konkrit.
Norma abstrak adalah norma yang hanya ada pada benak si penilai, sehingga tidak
dapat diketahui oleh orang lain. Sedangkan norma konkrit adalah norma nyata
yang dapat diamati dan digunakan oleh orang lain. Norma konkrit terdiri dari
dua macam, yaitu norma ideal dan norma kelompok atau rerata. Norma ideal adalah
skor maksimal sebagai patokan atau norma, sedangkan norma kelompok adalah skor
yang ditentukan berdasarkan hasil rerata skor pengukuran. Dalam bidang
pendidikan, untuk mengetahui tingkat kemampuan sesuatu bagi siswa dapat
menggunakan:
1.
Angka atau skor yang diperoleh kawan
sekelasnya
2.
Batas penguasaan kompetensi terendah
yang harus dicapai untuk dapat dianggap lulus (batas lulus)
3.
Prestasi anak itu sendiri di masa lampau
4.
Kemampuan dasar anak itu sendiri.
Berkaitan
dengan keseluruhan strategi dan proses belajar mengajar, biasanya penggunaan norma
dalam rangka usaha penilaian merupakan hal-hal yang diturunkan dari tujuan-tujuan
pengajaran yang ingin dicapai melalui pengajaran. Norma tersebut dikenal dengan
istilah Penilaian Acuan Norma (Norm Reference Evaluation) dan Penilaian Acuan
Patokan (Criterion Reference Evaluation).
1. Penilaian
Acuan Norma (PAN)
Penilaian
Acuan Norma, disebut juga Penilaian Acuan Relatif atau Penilaian Acuan
Kelompok, yaitu penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil
belajar seorang siswa terhadap hasil belajar siswa lainnya dalam kelompok.
Patokan ini dikatakan sebagai patokan apa adanya karena patokan pembanding
semata-mata diambil berdasarkan kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran berlangsung.
Penilaian
Acuan Norma pada dasarnya menggunakan kurve normal dan hasil perhitungannya
sebagai dasar penilaian. Angka rerata (mean) dan angka simpang baku (standard
deviation) adalah dua kenyataan yang ada dalam kurva normal yang digunakan
untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa.
Patokan ini bersifat relatif karena dapat berubah-ubah dan dapat bergeser ke
atas atau ke bawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh di dalam
kurve normal itu. Oleh karena itu, patokan ini disebut Penilaian Acuan Relatif
dan sebagai Penilaian Acuan Kelompok karena yang dijadikan pembanding
bergantung pada hasil yang dicapai oleh kelompok yang menjadi sasaran.
2. Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
Penilaian
Acuan Patokan merupakan penilaian yang dilakukan dengan membandingkan hasil
belajar siswa terhadap suatu patokan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam
pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha atau kegiatan penilaian
dilakukan, terlebih dahulu harus menetapkan patokan yang akan digunakan untuk
membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil pengukuran mempunyai arti
tertentu. Biasanya patokan yang ditetapkan sebelum pengukuran dan penilaian
dilakukan disebut “batas lulus” atau “tingkat penguasaan minimum”. Dengan
demikian siswa yang dapat mencapai batas lulus dapat menempuh dan mempelajari
bahan selanjutnya, sebaliknya siswa yang belum mencapai skor batas lulus agar
memantapkan belajarnya untuk mencapai batas lulus.
B. Fungsi Evaluasi
Suryabrata (1986) menjelaskan
fungsi evaluasi hasil belajar meliputi:
1. Fungsi
Psikologis, yaitu agar siswa memperoleh kepastian tentang status di dalam
kelasnya. Selain itu, evaluasi bagi siswa merupakan suatu pertanggungjawaban
sampai seberapa jauh usaha mengajarnya yang dapat dipahami oleh siswanya.
2. Fungsi
Didaktis, bagi anak didik, keberhasilan maupun kegagalan belajar akan
berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya. Sedangkan bagi pendidik,
penilaian hasil belajar dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan
mengajarnya termasuk di dalamnya metode mengajar yang dipergunakan.
3. Fungsi
Administratif, dengan adanya penilaian dalam bentuk rapor akan dapat dipenuhi
berbagai fungsi administratif yaitu:
a. Merupakan
inti laporan kepada orang tua siswa, pejabat, guru dan siswa itu sendiri.
b. Merupakan
data bagi siswa apabila ia akan naik kelas, pindah sekolah, maupun untuk
melamar pekerjaan.
c. Dari
data tersebut kemudian dapat berfungsi untuk menentukan status anak dalam
kelasnya.
d. Memberikan
informasimengenai segala hasil usaha yang telah dilakukan oleh lembaga
pendidikan.
Wuradji (1974) mengemukakan fungsi evaluasi ke dalam
tiga golongan yaitu:
1. Fungsi
evaluasi hasil belajar untuk kepentingan murid
a. Untuk
mengetahui kemajuan belajar
b. Dapat
digunakan sebagai dorongan (motivasi) belajar
c. Untuk
memberikan pengalaman dan belajar.
2. Fungsi
evaluasi hasil belajar untuk kepentingan pendidik
a. Untuk
menyeleksi siswa yang selanjutnya berguna untuk meramalkan keberhasilan studi
berikutnya.
b. Untuk
mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar siswa, yang selanjutnya berguna untuk
memberikan bimbingan belajar kepada murid.
c. Untuk
pedoman mengajar.
d. Untuk
mengetahui ketepatan metode mengajar.
e. Untuk
menempatkan siswa dalam kelas (rangking, penjurusan, kelompok belajar dan
lainnya).
3. Fungsi
evaluasi hasil belajar untuk kepentingan organisasi atau lembaga pendidikan:
a. Untuk
mempertahankan standar pendidikan
b. Untuk
menilai ketepatan kurikulum yang disediakan
c. Untuk
menilai kemajuan sekolah yang bersangkutan.
Menurut Thorndike dan Hagen (1961), tujuan dan
kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut:
1. Pengajaran
2. Hasil
belajar
3. Diagnosis
dan usaha perbaikan
4. Penempatan
5. Seleksi
6. Bimbingan
dan konseling
7. Kurikulum
8. Penilaian
kelembagaan.
C. Sifat Evaluasi
Dalam
aktivitas pendidikan kita sering menjumpai hal-hal yang bersifat abstrak
seperti sikap, minat, bakat, kepandaian, dan kemampuan-kemampuan yang lainnya.
Untuk mengetahui, mengungkap atau menilai hal-hal tersebut harus menggunakan
instrumen yang sesuai dengan hal yang akan diungkap. Oleh karena itu, penilaian
pendidikan banyak berkaitan dengan hal-hal yang abstrak dan bersifat:
1. Tidak
langsung (Indirect)
Untuk mengetahui kemampuan
matematika seorang siswa, guruu tidak dapat secara langsung mengamati keadaan
siswa secara fisik misalnya dilihat dari cara berpakaian yang rapi, atau
dahinya yang lebar. Untuk mengetahui kemampuan matematika siswa, guru harus
melalui prosedur atau proses yang benar dan menggunakan instrumen yang tepat
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi bersifat tidak langsung
(indirect) karena dalam melakukan evaluasi harus melalui prosedur atau proses
dan menggunakan alat yang relevan.
2. Kuantitatif
Meskipun dalam kehidupan
sehari-hari kita selalu berkaitan dengan penilaian yang bersifat abstrak misalnya
kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, sikap, bakat, intelegensi dan
sebagainya, namun dalam prakteknya hal-hal yang bersifat abstrak tersebut dalam
penilainnya selalu dikuantitatifkan, misalnya IQ = 100, kemampuan matematika
dengan skor 8, kemampuan berbahasa dengan skor 7 dan sebagainya. Evaluasi
bersifat kuantitatif karena hal-hal yang abstrak tersebut selalu
dikuantitatifkan.
3. Relatif
(tidak mutlak)
Evaluasi bersifat relatif artinya
setiap melakukan penilaian kemungkinan terjadi perubahan, atau dengan kata lain
penilaian penilaian tidak selalu sama atau tetap dari satu waktu ke waktu yang
lain. Misalnya seorang siswa yang
mendapat nilai matematika 9, tidak selamanya sewaktu ulangan atau ujian
nilainya 9.
4. Menggunakan
unit-unit yang tetap
Menggunakan unit-unit yang tetap
artinya dalam mengungkap atau mengukur sesuatu obyek akan selalu menggunakan
satuan ukur tertentu sesuai dengan obyek yang diukur dan dinilai misalnya IQ
antara 100-110 termasuk normal, IQ 80-99 termasuk lamban dan sebagainya.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Untuk
mencapai sasaran dalam mengevaluasi pola tingkah laku yang dimaksudkan dalam
penilaian pendidikan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1. Evaluasi
harus dilaksanakan secara kontinyu
Evaluasi harus dilaksankan secara
kontinyu artinya evaluasi harus dilaksanakan secara terus-menerus pada
masa-masa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar mempunyai kemantapan dalam
mengevaluasi.
2. Evaluasi
harus dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi secara komprehensif adalah
evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkah laku yang
diharapkan sesuaidengan tujuan pendidikan. Dalam evaluasi setiap tujuan
pendidikan harus dijabarkan sejelas mungkin sehingga dapat dijadikan pedoman
untuk melakukan pengukuran. Dalam hal ini pengukuran yang harus mampu
mencerminkan butir-butir soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan.
3. Evaluasi
harus dilaksanakan secara obyektif
Dalam proses penilaian, evaluasi
dilaksanakan secara obyektif yaitu hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam menilai hasil pendidikan, penilai
tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada
siswa.
4. Dalam
melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat ukur yang baik
Untuk memperoleh informasi yang
relevan diperlukan alat pengukur atau instrument yang dapat
dipertanggungjawabkan dan memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik adalah alat
pengukur yang memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, dan daya pembeda.
Alat
untuk mengukur atau mengevaluasi kegiatan pendidikan khususnya hasil belajar
dapat dibedakan menjadi dalam dua macam yaitu berupa tes dan non-tes. Jika
menggunakan alat pengukur tes, maka individu yang dievaluasi dihadapkan pada
situasi yang telah distandarisasikan sedemikian rupa sehingga semua individu
yang dites mendapat perlakuan yang sama. Sedangkan evaluasi dengan non-tes
berbeda situasinya. Evaluasi dibiarkan berjalan seperti apa adanya tanpa
dipengaruhi oleh tester misalnya tentang kerajinan, kelancaran berbicara di
depan kelas, dan aktivitas dalam diskusi.
Alat
evaluasi pendidikan khusus evaluasi tes yang biasa digunakan antara lain:
1. Tes
merupakan prosedur atau alat yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana dan cara yang telah ditentukan. Tes dikerjakan sesuai
dengan petunjuk.
2. Performance
test (tes perbuatan) yaitu tes dalam perbuatan atau tindakan tertentu. Contoh
tes keterampilan mengetik, menari, menggambar, dan ketrampilan bidang olahraga.
3. Verbal
test (tes verbal) yaitu tes yang jawabannya berupa uraian dalam bentuk bahasa
baik lisan maupun tulisan.
4. Nonverbal
test yaitu tes dalam bentuk bahasa isyarat atau gerakan tertentu. Sedangkan
tugas testee mengartikan atau menafsirkan gerakan atau isyaratyang diberikan
oleh tester. Misalnya tes yang dilaksanakan di sekolah luar biasa (tuli) dan
tes kepramukaan.
5. Essay
test (tes subyektif) yaitu suatu pertanyaan yang jawabannya berupa uraian
menurut kemampuan testee. Biasanya pertanyaan pendek namun jawaban berupa
uraian yang panjang.
6. Objective
test (tes obyektif) yaitu test yang disusun sedemikian rupa sehingga jawaban
yang diharapkan dari testee berupa kata-kata singkat dan bahkan tipe tertentu cukup
hanya dengan memberikan tanda check (v) tanda silang (X) atau lingkaran (0).
7. Supply
test (tes menyajikan) ada dua tipe:
a. Short
answer test (tes jawab singkat) disebut juga simple question test merupakan
pertanyaan tes yang disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diminta cukup
hanya dengan kalimat pendek saja, bahkan cukup dengan satu atau dua kata saja.
b. Completion
test (test melengkapi) tes tipe ini merupakan serangkaian kalimat yang
bagian-bagian penting dari kalimat tersebut dikosongkan untuk diisi oleh
testee.
8. Selection
test (tes pilihan) ada lima tipe:
a. True-false
test (tes benar-salah) butir-butir soalnya berupa pernyataan-pernyataan,
pernyataan tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Tugas testee adalah
membenarkan atau menyalahkan pernyataan tersebut dengan memberi tanda silang
atau menulis B jika benar dan S jika salah.
b. Multiple choice test (tes pilihan ganda), tes yang terdiri atas suatu keterangan atau
pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya
testee harus memilih satu diantara jawaban yang telah disediakan.
c. Matching
test (tes menjodohkan) yaitu tes yang terdiri dari satu seri pertanyaan dan
satu seri jawaban. Masing-masing mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri
jawaban. Tugas testee adalah mencari dan menjodohkan jawaban-jawaban sehingga
cocok dan sesuai dengan pertanyaannya,
d. Analogy
test (tes analogi) tester meminta jawaban kepada testee untuk menjawab
soal-soal dengan mencari bentuk kesesuaiannya dengan pengertian yang telah
disebutkan terdahulu.
e. Rearrangement
test (tes menyusun kembali) tes ini memerintahkan kepada testee untuk menyusun
rangkaian pengertian atau urutan-urutan proses menurut tata cara yang benar
dari suatu urutan yang sengaja dibuat tidak teratur.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
Kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar
merupakan kegiatan yang berkesinambungan, artinya pengukuran tanpa penilaian
tidak ada artinya, sedangkan penilaian tanpa pengukuran terlebih dahulu akan
terjadi kesalahan. Banyak para ahli mengemukakan fungsi evaluasi hasil belajar
menurut klasifikasinya. Menurut Suryabrata (1986) fungsi evaluasi belajar
dibedakan menjadi tiga yaitu fungsi psikologis, fungsi didaktis, dan fungsi
administratif. Sedangkan menurut Wuradji (1974) fungsi evaluasi hasil belajar
dibedakan untuk kepentingan murid, kepentingan pendidik, dan untuk kepentingan
lembaga pendidikan. Lain halnya dengan Thorndike dan Hagen (1961), tujuan dan
kegunaan evaluasi belajar diarahkan untuk mengambil keputusan yang menyangkut
pengajaran, hasil belajar, diagnosis dan perbaikan, penempatan, seleksi,
bimbingan dan konseling, kurikulum dan penilaian kelembagaan.
Banyak obyek evaluasi dalam pendidikan yang sifatnya
abstrak misalnya kemampuan, sikap, minat dan sebagainya. Oleh karena itu
evaluasi pendidikan bersifat tak langsung, kuantitatif, relatif, dan
menggunakan unit-unit yang tetap. Untuk mencapai sasaran dalam mengevaluasi
pola tingkah laku yang dimaksudkan dalam penilaian pendidikan, maka harus
memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1. Evaluasi
harus dilaksanakan secara kontinyu
Evaluasi harus dilaksankan secara
kontinyu artinya evaluasi harus dilaksanakan secara terus-menerus pada
masa-masa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar mempunyai kemantapan dalam
mengevaluasi.
2. Evaluasi
harus dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi secara komprehensif adalah
evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkah laku yang
diharapkan sesuaidengan tujuan pendidikan. Dalam evaluasi setiap tujuan
pendidikan harus dijabarkan sejelas mungkin sehingga dapat dijadikan pedoman
untuk melakukan pengukuran. Dalam hal ini pengukuran yang harus mampu
mencerminkan butir-butir soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan.
3. Evaluasi
harus dilaksanakan secara obyektif
Dalam proses penilaian, evaluasi
dilaksanakan secara obyektif yaitu hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam menilai hasil pendidikan, penilai
tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada
siswa.
4. Dalam
melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat ukur yang baik
Untuk memperoleh informasi yang relevan
diperlukan alat pengukur atau instrument yang dapat dipertanggungjawabkan dan
memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik adalah alat pengukur yang memenuhi
persyaratan validitas, reliabilitas, dan daya pembeda.
Alat evaluasi disebut juga alat pengukur. Untuk dapat
mengukur dengan tepat harus menggunakan alat pengukur yang yang baik dalam arti
memenuhi persyaratan. Alat pengukur hasil belajar pada garis besarnya dibedakan
menjadi dua yaitu alat pengukur yang berupa tes dan nontes.
Sumber:
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar