Minggu, 13 Januari 2013

Makalah


PENGUKURAN DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita mengadakan pengukuran dan penilaian. Hal ini dapat dilihat dari hal sepele misalnya ketika kita berpakaian, setelah berpakaian kemudian kita menghadap ke cermin bertanya pada diri sendiri apakah penampilannya sudah sesuai atau belum. Dari kalimat tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari kata mana yang siap diucapkannya.
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dan lain sebagainya. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian sebaliknya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah ini penyusun hanya membahas tentang evaluasi hasil belajar.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui rumusan masalah, yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan pengukuran, penilaian, dan evaluasi?
b. Apa saja prinsip evaluasi?
c. Apa saja tujuan evaluasi hasil belajar?
C. Tujuan Penulisan 
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu, menambah wawasan Mahasiswa agar dapat : 
1.     Memahami pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
2.     Memahami pengertian dan tujuan evaluasi hasil belajar.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengukuran dan Penilaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang mencampuradukkan antara pengertian pengukuran dan penilaian. Hal ini terjadi karena mereka belum memahami apa arti pengukuran dan penilaian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan dikemukakan pengertian pengukuran dan penilaian. Menurut Sutrisno Hadi (1997), pengukuran adalah suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Sedangkan Remmers dkk (1960), memberikan rumusan sebagai berikut: ‘Measurement’ berasal dari kata “to measure” yang berarti suatu kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti luas dimensi dan kuantitas dari sesuatu dengan cara membandingkan terhadap ukuran tertentu. Disamping itu ada juga yang mengartikan pengukuran sebagai usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya, pengukuran dapat berupa pengumpulan data tentang sesuatu.
Hasil pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Namun demikian, hasil pengukuran itu sendiri belum tentu dapat mengatakan apa-apa kalau hasil pengukuran tersebut tidak ditafsirkan dengan jalan membandingkannya dengan suatu patokan, norma dan kriteria tertentu. Pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar dalam kegiatan belajar mengajar. Pengukuran yang lazim dilakukan guru adalah menggunakan tes sebagai alat pengukur. Hasil pengukuran tersebut dapat berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi siswa yang lebih dikenal dengan prestasi belajar. Sebagai contoh: Untuk mengetahui kemampuan belajar siswa tentang matematika, dengan menggunakan tes matematika yang terdiri dari dari 10 butir soal, setiap butir soal tersebut yang dijawab benar diberi skor 1. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Rini mendapat skor                 7
Toni mendapat skor                4
Ika mendapat skor                  10
Doni mendapat skor                6
Esti mendapat skor                 5
Fitri mendapat skor                 6
Langkah ini merupakan kegiatan pengukuran. Skor 7, 4, 10, 6, 5, dan 6 di atas merupakan hasil pengukuran. Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui tinggi rendahnya atau baik buruknya aspek tertentu. Tanpa menggunakan norma tertentu maka pengukuran tidak akan dapat dinilai. Jadi penilaian merupakan semua usaha membandingkan hasil pengukuran terhadap suatu bahan pembanding, patokan dan norma. Seperti halnya contoh hasil pengukuran di atas, tidak ada artinya jika tidak dibandingkan dengan norma tertentu untuk memberikan penilaian. Misalnya dari hasil pengukuran tersebut di atas untuk memberikan penilaian dipergunakan norma yaitu skor 6. Skor 6 ini untuk menetapkan baik buruknya atau tinggi rendahnya kemampuan menguasai mata pelajaran matematika. Adapun hasil penilaiannya adalah sebagai berikut:
Rini termasuk anak yang cukup pandai, Toni termasuk anak bodoh, Ika termasuk anak yang sangat pandai, Doni dan Fitri termasuk anak sedang, dan Esti termasuk anak kurang pandai. Dalam hal ini sangat pandai, cukup pandai, sedang, kurang pandai dan bodoh merupakan hasil penilaian. Skor di atas norma dinilai baik atau skor di bawah norma dinilai kurang atau rendah. Jadi, apabila kita akan melakukakan suatu penilaian, kita terlebih dahulu harus mempunyai norma sebagai pembanding terhadap hasil pengukuran. Secara garis besar terdapat dua macam norma yaitu norma abstrak dan norma konkrit. Norma abstrak adalah norma yang hanya ada pada benak si penilai, sehingga tidak dapat diketahui oleh orang lain. Sedangkan norma konkrit adalah norma nyata yang dapat diamati dan digunakan oleh orang lain. Norma konkrit terdiri dari dua macam, yaitu norma ideal dan norma kelompok atau rerata. Norma ideal adalah skor maksimal sebagai patokan atau norma, sedangkan norma kelompok adalah skor yang ditentukan berdasarkan hasil rerata skor pengukuran. Dalam bidang pendidikan, untuk mengetahui tingkat kemampuan sesuatu bagi siswa dapat menggunakan:
1.     Angka atau skor yang diperoleh kawan sekelasnya
2.    Batas penguasaan kompetensi terendah yang harus dicapai untuk dapat dianggap lulus (batas lulus)
3.    Prestasi anak itu sendiri di masa lampau
4.    Kemampuan dasar anak itu sendiri.
Berkaitan dengan keseluruhan strategi dan proses belajar mengajar, biasanya penggunaan norma dalam rangka usaha penilaian merupakan hal-hal yang diturunkan dari tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai melalui pengajaran. Norma tersebut dikenal dengan istilah Penilaian Acuan Norma (Norm Reference Evaluation) dan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Evaluation).
1.      Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma, disebut juga Penilaian Acuan Relatif atau Penilaian Acuan Kelompok, yaitu penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil belajar seorang siswa terhadap hasil belajar siswa lainnya dalam kelompok. Patokan ini dikatakan sebagai patokan apa adanya karena patokan pembanding semata-mata diambil berdasarkan kenyataan yang diperoleh pada saat  pengukuran berlangsung.
Penilaian Acuan Norma pada dasarnya menggunakan kurve normal dan hasil perhitungannya sebagai dasar penilaian. Angka rerata (mean) dan angka simpang baku (standard deviation) adalah dua kenyataan yang ada dalam kurva normal yang digunakan untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa. Patokan ini bersifat relatif karena dapat berubah-ubah dan dapat bergeser ke atas atau ke bawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh di dalam kurve normal itu. Oleh karena itu, patokan ini disebut Penilaian Acuan Relatif dan sebagai Penilaian Acuan Kelompok karena yang dijadikan pembanding bergantung pada hasil yang dicapai oleh kelompok yang menjadi sasaran.
2.      Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan merupakan penilaian yang dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha atau kegiatan penilaian dilakukan, terlebih dahulu harus menetapkan patokan yang akan digunakan untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil pengukuran mempunyai arti tertentu. Biasanya patokan yang ditetapkan sebelum pengukuran dan penilaian dilakukan disebut “batas lulus” atau “tingkat penguasaan minimum”. Dengan demikian siswa yang dapat mencapai batas lulus dapat menempuh dan mempelajari bahan selanjutnya, sebaliknya siswa yang belum mencapai skor batas lulus agar memantapkan belajarnya untuk mencapai batas lulus.

B.     Fungsi Evaluasi
Suryabrata (1986) menjelaskan fungsi evaluasi hasil belajar meliputi:
1.  Fungsi Psikologis, yaitu agar siswa memperoleh kepastian tentang status di dalam kelasnya. Selain itu, evaluasi bagi siswa merupakan suatu pertanggungjawaban sampai seberapa jauh usaha mengajarnya yang dapat dipahami oleh siswanya.
2.   Fungsi Didaktis, bagi anak didik, keberhasilan maupun kegagalan belajar akan berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya. Sedangkan bagi pendidik, penilaian hasil belajar dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan mengajarnya termasuk di dalamnya metode mengajar yang dipergunakan.
3.   Fungsi Administratif, dengan adanya penilaian dalam bentuk rapor akan dapat dipenuhi berbagai fungsi administratif yaitu:
a.    Merupakan inti laporan kepada orang tua siswa, pejabat, guru dan siswa itu sendiri.
b.   Merupakan data bagi siswa apabila ia akan naik kelas, pindah sekolah, maupun untuk melamar pekerjaan.
c.  Dari data tersebut kemudian dapat berfungsi untuk menentukan status anak dalam kelasnya.
d.     Memberikan informasimengenai segala hasil usaha yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan.
Wuradji (1974) mengemukakan fungsi evaluasi ke dalam tiga golongan yaitu:
1.      Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan murid
a.       Untuk mengetahui kemajuan belajar
b.      Dapat digunakan sebagai dorongan (motivasi) belajar
c.       Untuk memberikan pengalaman dan belajar.
2.      Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan pendidik
a.    Untuk menyeleksi siswa yang selanjutnya berguna untuk meramalkan keberhasilan studi berikutnya.
b.   Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar siswa, yang selanjutnya berguna untuk memberikan bimbingan belajar kepada murid.
c.      Untuk pedoman mengajar.
d.      Untuk mengetahui ketepatan metode mengajar.
e.    Untuk menempatkan siswa dalam kelas (rangking, penjurusan, kelompok belajar dan lainnya).
3.      Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan organisasi atau lembaga pendidikan:
a.      Untuk mempertahankan standar pendidikan
b.      Untuk menilai ketepatan kurikulum yang disediakan
c.      Untuk menilai kemajuan sekolah yang bersangkutan.
Menurut Thorndike dan Hagen (1961), tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut:
1.      Pengajaran
2.      Hasil belajar
3.      Diagnosis dan usaha perbaikan
4.      Penempatan
5.      Seleksi
6.      Bimbingan dan konseling
7.      Kurikulum
8.      Penilaian kelembagaan.

C.    Sifat Evaluasi
Dalam aktivitas pendidikan kita sering menjumpai hal-hal yang bersifat abstrak seperti sikap, minat, bakat, kepandaian, dan kemampuan-kemampuan yang lainnya. Untuk mengetahui, mengungkap atau menilai hal-hal tersebut harus menggunakan instrumen yang sesuai dengan hal yang akan diungkap. Oleh karena itu, penilaian pendidikan banyak berkaitan dengan hal-hal yang abstrak dan bersifat:
1.      Tidak langsung (Indirect)
Untuk mengetahui kemampuan matematika seorang siswa, guruu tidak dapat secara langsung mengamati keadaan siswa secara fisik misalnya dilihat dari cara berpakaian yang rapi, atau dahinya yang lebar. Untuk mengetahui kemampuan matematika siswa, guru harus melalui prosedur atau proses yang benar dan menggunakan instrumen yang tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi bersifat tidak langsung (indirect) karena dalam melakukan evaluasi harus melalui prosedur atau proses dan menggunakan alat yang relevan.
2.      Kuantitatif
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkaitan dengan penilaian yang bersifat abstrak misalnya kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, sikap, bakat, intelegensi dan sebagainya, namun dalam prakteknya hal-hal yang bersifat abstrak tersebut dalam penilainnya selalu dikuantitatifkan, misalnya IQ = 100, kemampuan matematika dengan skor 8, kemampuan berbahasa dengan skor 7 dan sebagainya. Evaluasi bersifat kuantitatif karena hal-hal yang abstrak tersebut selalu dikuantitatifkan.
3.      Relatif (tidak mutlak)
Evaluasi bersifat relatif artinya setiap melakukan penilaian kemungkinan terjadi perubahan, atau dengan kata lain penilaian penilaian tidak selalu sama atau tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.  Misalnya seorang siswa yang mendapat nilai matematika 9, tidak selamanya sewaktu ulangan atau ujian nilainya 9.
4.      Menggunakan unit-unit yang tetap
Menggunakan unit-unit yang tetap artinya dalam mengungkap atau mengukur sesuatu obyek akan selalu menggunakan satuan ukur tertentu sesuai dengan obyek yang diukur dan dinilai misalnya IQ antara 100-110 termasuk normal, IQ 80-99 termasuk lamban dan sebagainya.

D.    Prinsip-Prinsip Evaluasi
Untuk mencapai sasaran dalam mengevaluasi pola tingkah laku yang dimaksudkan dalam penilaian pendidikan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1.     Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu
Evaluasi harus dilaksankan secara kontinyu artinya evaluasi harus dilaksanakan secara terus-menerus pada masa-masa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar mempunyai kemantapan dalam mengevaluasi.
2.     Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi secara komprehensif adalah evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkah laku yang diharapkan sesuaidengan tujuan pendidikan. Dalam evaluasi setiap tujuan pendidikan harus dijabarkan sejelas mungkin sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pengukuran. Dalam hal ini pengukuran yang harus mampu mencerminkan butir-butir soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan.
3.     Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
Dalam proses penilaian, evaluasi dilaksanakan secara obyektif yaitu hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam menilai hasil pendidikan, penilai tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada siswa.
4.     Dalam melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat ukur yang baik
Untuk memperoleh informasi yang relevan diperlukan alat pengukur atau instrument yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik adalah alat pengukur yang memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, dan daya pembeda.

E.     Alat Evaluasi
Alat untuk mengukur atau mengevaluasi kegiatan pendidikan khususnya hasil belajar dapat dibedakan menjadi dalam dua macam yaitu berupa tes dan non-tes. Jika menggunakan alat pengukur tes, maka individu yang dievaluasi dihadapkan pada situasi yang telah distandarisasikan sedemikian rupa sehingga semua individu yang dites mendapat perlakuan yang sama. Sedangkan evaluasi dengan non-tes berbeda situasinya. Evaluasi dibiarkan berjalan seperti apa adanya tanpa dipengaruhi oleh tester misalnya tentang kerajinan, kelancaran berbicara di depan kelas, dan aktivitas dalam diskusi.
Alat evaluasi pendidikan khusus evaluasi tes yang biasa digunakan antara lain:
1.  Tes merupakan prosedur atau alat yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dan cara yang telah ditentukan. Tes dikerjakan sesuai dengan petunjuk.
2.    Performance test (tes perbuatan) yaitu tes dalam perbuatan atau tindakan tertentu. Contoh tes keterampilan mengetik, menari, menggambar, dan ketrampilan bidang olahraga.
3.     Verbal test (tes verbal) yaitu tes yang jawabannya berupa uraian dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan.
4.  Nonverbal test yaitu tes dalam bentuk bahasa isyarat atau gerakan tertentu. Sedangkan tugas testee mengartikan atau menafsirkan gerakan atau isyaratyang diberikan oleh tester. Misalnya tes yang dilaksanakan di sekolah luar biasa (tuli) dan tes kepramukaan.
5.    Essay test (tes subyektif) yaitu suatu pertanyaan yang jawabannya berupa uraian menurut kemampuan testee. Biasanya pertanyaan pendek namun jawaban berupa uraian yang panjang.
6.   Objective test (tes obyektif) yaitu test yang disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diharapkan dari testee berupa kata-kata singkat dan bahkan tipe tertentu cukup hanya dengan memberikan tanda check (v) tanda silang (X) atau lingkaran (0).
7.      Supply test (tes menyajikan) ada dua tipe:
a.  Short answer test (tes jawab singkat) disebut juga simple question test merupakan pertanyaan tes yang disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diminta cukup hanya dengan kalimat pendek saja, bahkan cukup dengan satu atau dua kata saja.
b.  Completion test (test melengkapi) tes tipe ini merupakan serangkaian kalimat yang bagian-bagian penting dari kalimat tersebut dikosongkan untuk diisi oleh testee.
8.      Selection test (tes pilihan) ada lima tipe:
a.  True-false test (tes benar-salah) butir-butir soalnya berupa pernyataan-pernyataan, pernyataan tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Tugas testee adalah membenarkan atau menyalahkan pernyataan tersebut dengan memberi tanda silang atau menulis B jika benar dan S jika salah.
b.   Multiple choice test (tes pilihan ganda), tes yang terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya testee harus memilih satu diantara jawaban yang telah disediakan.
c.   Matching test (tes menjodohkan) yaitu tes yang terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas testee adalah mencari dan menjodohkan jawaban-jawaban sehingga cocok dan sesuai dengan pertanyaannya,
d.  Analogy test (tes analogi) tester meminta jawaban kepada testee untuk menjawab soal-soal dengan mencari bentuk kesesuaiannya dengan pengertian yang telah disebutkan terdahulu.
e.     Rearrangement test (tes menyusun kembali) tes ini memerintahkan kepada testee untuk menyusun rangkaian pengertian atau urutan-urutan proses menurut tata cara yang benar dari suatu urutan yang sengaja dibuat tidak teratur.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar merupakan kegiatan yang berkesinambungan, artinya pengukuran tanpa penilaian tidak ada artinya, sedangkan penilaian tanpa pengukuran terlebih dahulu akan terjadi kesalahan. Banyak para ahli mengemukakan fungsi evaluasi hasil belajar menurut klasifikasinya. Menurut Suryabrata (1986) fungsi evaluasi belajar dibedakan menjadi tiga yaitu fungsi psikologis, fungsi didaktis, dan fungsi administratif. Sedangkan menurut Wuradji (1974) fungsi evaluasi hasil belajar dibedakan untuk kepentingan murid, kepentingan pendidik, dan untuk kepentingan lembaga pendidikan. Lain halnya dengan Thorndike dan Hagen (1961), tujuan dan kegunaan evaluasi belajar diarahkan untuk mengambil keputusan yang menyangkut pengajaran, hasil belajar, diagnosis dan perbaikan, penempatan, seleksi, bimbingan dan konseling, kurikulum dan penilaian kelembagaan.
Banyak obyek evaluasi dalam pendidikan yang sifatnya abstrak misalnya kemampuan, sikap, minat dan sebagainya. Oleh karena itu evaluasi pendidikan bersifat tak langsung, kuantitatif, relatif, dan menggunakan unit-unit yang tetap. Untuk mencapai sasaran dalam mengevaluasi pola tingkah laku yang dimaksudkan dalam penilaian pendidikan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1.      Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu
Evaluasi harus dilaksankan secara kontinyu artinya evaluasi harus dilaksanakan secara terus-menerus pada masa-masa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar mempunyai kemantapan dalam mengevaluasi.
2.      Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi secara komprehensif adalah evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkah laku yang diharapkan sesuaidengan tujuan pendidikan. Dalam evaluasi setiap tujuan pendidikan harus dijabarkan sejelas mungkin sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pengukuran. Dalam hal ini pengukuran yang harus mampu mencerminkan butir-butir soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan.
3.      Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
Dalam proses penilaian, evaluasi dilaksanakan secara obyektif yaitu hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam menilai hasil pendidikan, penilai tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada siswa.
4.      Dalam melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat ukur yang baik
Untuk memperoleh informasi yang relevan diperlukan alat pengukur atau instrument yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik adalah alat pengukur yang memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, dan daya pembeda.
Alat evaluasi disebut juga alat pengukur. Untuk dapat mengukur dengan tepat harus menggunakan alat pengukur yang yang baik dalam arti memenuhi persyaratan. Alat pengukur hasil belajar pada garis besarnya dibedakan menjadi dua yaitu alat pengukur yang berupa tes dan nontes.
Sumber:
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar